Pancasila dan Pembangunan Bidang Ekonomi
Pancasila sebagai sublimasi dari aspirasi bangsa
Dengan kata lain, Ekonomi Pancasila adalah ilmu ekonomi dan praktik ekonomi yang berke-Tuhanan yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, mementingkan persatuan
Ekonomi Pancasila dicetuskan pertama kali oleh Prof. Emil Salim pada tahun 1960-an, walaupun dalam perkembangannya Ekonomi Pancasila lebih lekat dengan Prof. Dr. Mubyarto. Akan tetapi sangat disayangkan sejak di lahirkannya konsep Ekonomi Pancasila, dalam perjalanannya kemudian baru di implementasikan secara sangat terbatas di dalam sistem perekonomian
Dengan globalisasi, sistem pasar bebas diberlakukan (market fundamentalism), semuanya diserahkan kepada mekanisme dan institusi pasar yang notebene dikendalikan oleh perusahaan Multinasional dengan paham neo-liberalismenya (Rachbini, 2001). Paham ini pada prinsipnya sama dengan paham liberalisme Adam Smith dalam The Wealth of Nation yang tidak menghendaki pemerintah ikut campur. Mekanisme yang di dasarkan pada institusi pasar tanpa kehadiran negara, telah menghasilkan eksternalitas negatif yang sekarang kita sedang alami seperti kerusakan lingkungan, ketimpangan pendapatan, keadilan sosial, bertambahnya penduduk miskin dan pengangguran dan masalah sosial lainnya akibat kegiatan ekonomi yang pada akhirnya melahirkan kecemburuan sosial yang tidak terelakan (Rachbini, 2001).
Mengikuti arus globalisasi, bagi
Krisis Moneter juga menciptakan suasana ketergantungan ekonomi
Beberapa Pokok Persoalan tentang Kurangnya Penerapan Etika Pemerintahan dan Kondisi Pemahaman Pancasila dalam Pembangunan Ekonomi saat Ini.
a. Kurangnya penerapan Etika Pemerintahan dan pemahaman terhadap Ekonomi Pancasila.
Ekonomi Pancasila walaupun pertama kali dicetuskan oleh Prof. Emil Salim pada tahun 1960-an, akan tetapi sampai saat ini pemahaman terhadap Ekonomi Pancasila masih rendah. Penerapan Ekonomi Pancasila sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita nasional dan tujuan nasional seperti yang termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945 masih belum dipahami dengan benar. Hal ini terbukti dengan sistem ekonomi yang lebih cenderung menggunakan paham neo-liberalism dan mengikuti arus globalisasi dengan peran negara yang berkurang. Akibatnya sering terjadinya penyimpangan, karena politik liberalisme dipakai sebagai pegangan (lihat juga Moh. Hatta dalam Mubyarto, 2000) yang melahirkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang makin besar. Pembangunan ekonomi masih memberikan toleransi kepada ketidakmerataan dan kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal ini menuntut upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak berkembang kearah kecemburuan dan ketimpangan sosial yang serius yang dapat memicu keresahan dan kerusuhan sosial (Mubyarto, 2000).
Strategi pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan makro memang harus diakui telah menaikkan peringkat ekonomi
Rendahnya pemahaman Ekonomi Pancasila ini tidak saja pada para elite politik kita, tetapi juga para intelektual terutama para ekonom kita. Hal ini karena banyak diantara kita yang alergi terhadap Pancasila. Apalagi setelah era reformasi dimana para aktivis pro-demokrasi tidak tertarik lagi untuk membicarakan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Bagi sebagian dari mereka, membicarakan Pancasila adalah masa lalu yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Hal ini terlihat dengan memudarnya semangat kebersamaan tidak saja pada aspek ekonomi akan tetapi pada semua aspek kehidupan. Akibatnya, ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan bagi semua elemen bangsa khususnya negarawan, akademisi, politisi dan para pelaku ekonomi menjadi terpinggirkan (Said Ali, 2005).
b. Kurangnya Komitmen Politik untuk Pengembangan Ekonomi Pancasila.
Implementasi Pembangunan Ekonomi yang didasarkan pada Ekonomi Pancasila terhambat oleh kurangnya komitmen politik. Kebijakan ekonomi yang diputuskan seringkali tidak sesuai dengan UUD 1945 terutama Pasal 33 ayat 3 (ayat 4 setelah amandemen). Padahal SBY–JK dalam misinya mengemukakan ”mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis” dimana adil dan demokratis menurut Hamid (2004) adalah dua dari karakteristik Ekonomi Pancasila dismapin moralistik, manusiawi dan nasionalistik. Akan tetapi kebijakan ekonomi yang diputuskan, seringkali tidak efisien dan berkeadilan, tidak berwawasan lingkungan, tidak berkelanjutan dan tidak pro-rakyat miskin serta pro-lapangan pekerjaan. Hal ini terlihat dari makin tingginya degradasi lingkungan, bertambahnya jumlah orang miskin dan meningkatnya angka pengangguran. Kebijakan pemerintah membuka ekspor rotan mentah dengan dalih supaya terjadi kompetisi adalah salah satu bukti kebijakan yang tidak pro-rakyat miskin dan pro-lapangan pekerjaan.
Bekembangnya sektor-sektor usaha padat modal, ternyata juga kurang efektif dalam penyerapan tenaga kerja. Minimnya pengembangan sektor-sektor usaha padat karya telah menyebabkan daya serap tenaga kerja rendah. Dengan demikian, kalau pertumbuhan ekonomi hanya terkonsentrasi pada sektor usaha besar maka diprakirakan angka pengangguran akan terus meningkat (Republika online, 2007). Kondisi ini ditambah lagi dengan banyaknya kebijakan yang ambivalen dan seringkali diputuskan tidak didasarkan pada pertimbangan moral dan etika sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
c. Pengaruh Market Fundamentalism.
Pendekatan pembangunan ekonomi yang dilakukan saat ini cenderung berdasar sistem ekonomi pasar bebas (market fundamentalism), dimana sistem ini memelihara dan mempertahankan tuntutan kultur ekonomi individualisme, neo-liberalisme dan kapitalisme yang dikatakan oleh Petras dan Veltmeyer (2001) sebagai imperialisme abad 21.
Kemerosotan Etika Pembangunan khususnya di bidang ekonomi berkaitan erat dengan pemaksaan dipatuhinya aturan main global yang masih asing dan sulit dipenuhi perusahaan-perusahaan nasional. Aturan main globalisasi dengan paham Neoliberal yang garang terutama berasal dari ajaran “Konsensus
Sistem pasar menjadi berhala baru, dan ini melawan idealisme UUD 1945. Dengan menyerahkan semuanya kepada mekanisme dan institusi pasar yang notabene dikendalikan oleh perusahaan multinasional tanpa kehadiran negara, telah menghasilkan eksternalitas negatif seperti kerusakan lingkungan, ketimpangan pendapatan, keadilan sosial dan bertambahnya penduduk miskin. Tidak cukup kalangan intelektual (terutama ekonom
Ekonomi Pancasila merupakan suatu gagasan yang banyak menimbulkan polemik. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, ide dasar dari Ekonomi Pancasila adalah mengupayakan para pelaku ekonomi
Walaupun gagasan Ekonomi Pancasila sudah dikemukakan oleh Prof. Emil Salim pada tahun 1960 an, tetapi saat ini masih belum banyak orang yang simpati dengan tawaran Ekonomi Pancasila. Ekonomi Pancasila masih belum dapat diterima di negerinya sendiri (Dumary, 2003). Kalangan intelektual (terutama ekonom)
Rendahnya tentang pemahaman Ekonomi Pancasila, karena mayoritas para ekonom kita dipengaruhi bahwa ilmu ekonomi bersifat value free dan universal. Ilmu Ekonomi seperti iklan produk Coca Cola, bagi siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Bagi mereka, ilmu ekonomi yang didasari oleh budaya dan nilai-nilai etika lokal dipandang mengada-ada (Mubyarto, 2000). Pengajaran ilmu ekonomi di
Pengaruh Rendahnya Pemahaman Etika Pemerintahan dan Ekonomi Pancasila terhadap Pembangunan di Bidang Ekonomi, Rendahnya pemahaman penerapan dan penguasaan etika pemerintahan serta tentang Ekonomi Pancasila tidak mendukung pembangunan di bidang ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 dan pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas nasional seperti diuraikan di bawah ini:
Kerusakan Lingkungan. Kerusakan lingkungan saat ini tidak menurun bahkan cenderung meningkat. Kerusakan lingkungan hidup tersebut tidak saja terjadi pada sektor-sektor strategis di dalam pembangunan yang telah mengakibatkan terjadinya ”tragedi sumber daya umum” tetapi juga pada kasus-kasus tertentu seperti kejadian banjir yang melanda Bandung, Jakarta dan beberapa daerah di Indonesia belakangan ini yang menjadi bukti bahwa pembangunan berkelanjutan di Indonesia masih bersifat retorika. Kerusakan lingkungan yang terjadi karena cara eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang dilakukan dengan mengabaikan kaidah-kaidah konservasi. Akibatnya harus dibayar mahal, dengan rusaknya lingkungan dan terjadinya degradasi sumber daya alam pada beberapa sektor strategis seperti kehutanan, pertanian, perikanan maupun pertambangan.
Laju kerusakan hutan di
Kemiskinan. Sebelum terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997,
Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya pengangguran dan “tingkat kerentanan” (“vulnerability” rates). Angka pengangguran setelah terjadi krisis pada tahun 1998 adalah 5,5%. Pada tahun 1999, angka pengangguran meningkat menjadi 6,4%. Walaupun meningkatnya angka persentase pengangguran terlihat tidak signifikan, tetapi dalam jumlah absolut berarti sekitar 40 sampai 50 juta tenaga siap kerja yang menganggur.
Berdasarkan Laporan Perekonomian Indonesia 2006 dirilis Bank
Permasalahan Rendahnya Pemahaman tentang Ekonomi Pancasila dan permasalahan yang dihadapi untuk Memperbaikinya. Dari gambaran di atas sangat jelas bagi kita bahwa bersandar pada sistem pasar, telah menyebabkan berbagai persoalan tidak saja menjadikan negara ini semakin tergantung pada negara kapitalis tetapi juga telah menimbulkan berbagai permasalahan dari mulai permasalahan lingkungan sampai terjadi ketimpangan pendapatan baik antar daerah dan golongan dan bertambahnya penduduk miskin di negeri ini. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa ilmu ekonomi yang sekarang ada (mengacu pada neo-klasik) tidak dapat menyelesaikan berbagai problem ekonomi yang kita hadapi.
Permasalahan rendahnya pemahaman tentang Ekonomi Pancasila karena kurangnya pemahaman termasuk para ekonom Indonesia, kurangnya komitmen politik untuk pengembangan Ekonomi Pancasila dan pengaruh pasar bebas (market fundamentalism) seperti diuraikan di atas akan mempengaruhi pembangunan ekonomi yang dilaksanakan dimana pada akhirnya akan mengganggu stabilitas nasional. Hal karena pembangunan yang dilakukan tidak mampu mensejahterakan seluruh rakyat
Beberapa daerah yang kaya sumber daya alamnya seperti Papua, Riau dan Aceh misalnya berniat untuk melepaskan diri dari NKRI karena mereka merasa di ’eksploitasi’ oleh Pusat. Mereka mersa sumber daya alamnya di eksploitasi tetapi kesejahteraan mereka tidak meningkat bahkan menjadi semakin miskin. Papua adalah salah satu daerah yang dikenal kaya sumber daya alam tetapi sekaligus merupakan daerah paling miskin di
Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis
Pemahaman tentang Ekonomi Pancasila dipengaruhi oleh lingkungan strategis secara signifikan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perwujudan kepentingan nasional yang merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri
Pengaruh Perkembangan Lingkungan Global
Globalisasi adalah pengintegrasian sistem ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi dunia. Bagi kaum neo-liberal dengan pasar bebasnya, globalisasi akan mendatangkan kemakmuran global, arus globalisasi sebenarnya tak lain adalah globalisasi paham kapitalisme. Saat ini globalisasi dipandang sebagai cara terbaik dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Itulah kini yang banyak diyakini orang dan secara sistematis disosialisasikan oleh IMF, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Globalisasi dengan ideologi kapitalisme liberalisme klasik yang mendambakan kebebasan penuh, pada akhirnya mempengaruhi pola pikir dan kebijakan ekonomi di negara-negara sedang berkembang tidak terkecuali
Bagi negara-negara yang tergantung sumberdaya ekonominya dari pihak luar negeri, maka tingkat ketergantungannya akan semakin tinggi dan makin termarjinalkannya kelompok miskin dan wong cilik di negeri ini, karena persaingan yang tidak seimbang. Celakanya, globalisasi di Indonesia telah dibiarkan berlangsung “kebablasan”, karena kita mengira sistem sistem pasar bebas adalah satu-satunya sistem ekonomi yang cocok untuk dipakai dan diterapkan di Indonesia. Ironisnya, Seperti yang dikatakan Mubyarto, Pancasila sebagai prinsip etika ditolak oleh kebanyakan ekonom kita karena dianggap tidak relevan dan tidak konsisten dengan ilmu ekonomi barat yang “value-free”. Seolah-olah Ekonomi Pancasila tidak dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ekonomi modern. Akibatnya, konsep ilmu ekonomi impor yang cenderung menekankan pada liberalisme, individualisme, dan memandang uang sebagai segala-galanya, lebih dikenal luas dan dianggap cocok untuk diterapkan pada perekonomian
Pengaruh Perkembangan Lingkungan Regional
Dalam upaya merebut pasar global ini, daya saing produksi barang dan jasa yang dimiliki masing-masing negara akan sangat menentukan kemampuannya untuk mengambil keuntungan dari pasar bebas. Disinilah prasyarat kemampuan ekonomi negara harus seirama dengan kemampuan sumberdaya manusianya. Perkembangan lingkungan strategis regional baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kebijakan dan strategi pembangunan
Dalam kaitannya dengan lingkungan strategis regional, kita harus menyadari betul bahwa Human Development Index, seperti telah dikatakan sebelumnya berada di posisi ke 111 dari 170 negara. Data ini menunjukkan bahwa kondisi SDM Indonesia sangat rendah, jauh tertinggal dari Thailand, Malaysia, Pilipina bahkan Vietnam hanya satu tingkat di atas Vietnam dan sejajar dengan Myanmar dan negara-negara Afrika yang baru merdeka. Dengan kondisi HDI yang memprihatinkan ini, dapat memberikan citra yang negatif bagi sebagian besar masyarakat terhadap peran pemerintahan dalam mengelola negara. Keyakinan mereka terhadap ideologi Pancasila akan menurun, dan mereka lebih percaya dengan ideologi lain selain Pancasila. Apabila ini terjadi, maka kondisi tersebut akan memperparah pemahaman anak bangsa ini terhadap Ekonomi Pancasila. Pada kondisi sumber daya manusia yang seperti sekarang ini, di era globalisasi ini akan sulit bagi kita untuk berkompetisi dengan negara-negara tetangga kita.
Pengaruh Perkembangan Lingkungan Nasional
Terkait dengan geografi,
Terkait dengan Sumber Kekayaan Alam, Indonesia dikenal mempunyai kekayaan alam yang berlimpah, akan tetapi sangat disayangkan rendahnya pemahaman tentang Ekonomi Pancasila telah mengakibatkan pemanfaatan sumber kekayaan alam yang digunakan belum digunakan untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan komitmen pada UUD 1945 khususnya Pasal 33. Pembangunan ekonomi yang kita lakukan justru lebih berorientasi pada paham kapitalisme dan liberalisme. Pelibatan masyarakat dari mulai perencanaan sampai pemantauan hasil pemanfaatan sumber kekayaan alam masih rendah. Pengelolaan SDA cenderung jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Rendahnya rasa kepedulian kita terhadap Pancasila sebagai ideologi negara karena adanya persentuhan dengan ideologi lain terutama di era globalisasi yang syarat dengan kepentingan negara maju (lihat J. Petras and H. Veltmeyer, 2001). Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan dalam pengelolaan SDA seringkali bertentangan cita-cita dan tujuan nasional seperti termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
Terkait dengan demografi,
Terkait dengan Ideologi, dalam era reformasi, perdebatan Pancasila sebagai ideologi bangsa relatif semakin marak di ruang publik. Pancasila dianggap sesuatu yang menakutkan, karena sebagian masyarakat trauma dengan cara-cara penerapan Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan yang sangat doktriner dimana Pancasila digunakan sebagai alat penguasa untuk mencapai tujuannya. Kondisi saat ini, dimana arus globalisasi dengan ideologi kapitalisnya telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sebagian besar masyarakat
Terkait dengan bidang Politik, banyaknya partai politik di
Terkait dengan bidang ekonomi, bahwa seperti sudah dijelaskan sebelumnya, pembangunan di bidang ekonomi yang dilaksanakan sampai saat ini tidak didasarkan pada Ekonomi Pancasila. Hal ini dikarenakan rendahnya pemahaman tentang Ekonomi Pancasila tidak saja pada masyarakat biasa dan para elite politik kita, tetapi juga para ekonom
Terkait dengan bidang sosial budaya, bahwa pemahaman tentang Ekonomi Pancasila juga dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat
Terkait dengan pertahanan dan keamanan, bahwa dalam era Reformasi ini, kehidupan demokrasi cenderung mulai berkembang lebih baik. Proses demokrasi yang berlangsung telah mendorong masyarakat untuk lebih aktif dan bebas dalam berserikat, berkumpul dan mengajukan pendapat. Akan tetapi sangat disayangkan, demokrasi yang berkembang ternyata ’kebablasan’. Dengan berdalih demi tegaknya demokrasi, maka setiap orang bisa berbuat apa saja sekehendak hatinya tanpa memperdulikan hak-hak orang lain dan tanggung jawabnya sebagai warga negara sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pemahaman tentang Ekonomi Pancasila, karena dengan dalih demokrasi mereka bisa menolak suatu sistem ekonomi yang dianggap kurang sesuai dengan ideologi yang mereka anut.
Disadari bahwa terdapat peluang dan kendala terkait dengan pengaruh perkembangan lingkungan strategis yang dinamis dan berjalan dengan cepat memberikan peluang yang dapat diantisipasi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman Ekonomi Pancasila pada semua anak bangsa. Sebaliknya, juga terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat pemahaman tentang Ekonomi Pancasila yang dapat mengganggu pembangunan di bidang ekonomi dan pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas nasional.
Peluang tersebut bahwa, saat ini mulai ada niat kembali untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada ideologi nasional Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Hal ini tercermin dalam visi misi SBY-JK yang kental dengan komitmennya pada nilai-nilai filosofis Pancasila dan komitmennya pada UUD 1945. Hal ini juga tercermin dalam Pidato Politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan ke 61 hari lahir pancasila yang berjudul Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila. Selanjutnya bahwa termajinalisasinya kondisi bangsa Indonesia terutama kaum marjinal dan ’wong cilik’ akibat arus globalisasi seharusnya menyadarkan kita semua (terutama para elite politik dan ekonom Indonesia) untuk kembali ke cita-cita nasional dan tujuan nasional sesuai dengan yang termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan melaksanakan Pasal 33, pasal 23, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34 serta penjelasan pasal 2 UUD 1945 sebagai upaya juga untuk membangun kemandirian bangsa.
Terkait dengan peluang, terdapat juga beberapa kendala, diantaranya adalah pertama, derasnya arus globalisasi dengan paham neo-liberalismenya dapat menyurutkan pemahaman tentang Ekonomi Pancasila. Apalagi di era reformasi ini sebagian dari anak bangsa menganggap bahwa membicarakan Pancasila itu masa lalu dan ini dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua, meningkatnya penduduk miskin dan kaum penganggur serta terjadinya ketimpangan dalam pemerataan hasil pembangunan baik antar wilayah, kelompok atau golongan dan individu dapat menyurutkan pemahaman anak bangsa tentang Ekonomi Pancasila. Dan ketiga adalah adanya sebagian ekonom yang tidak mendukung dan memahami Ekonomi Pancasila dan pengajaran ilmu ekonomi di
Implementasi Ekonomi Pancasila guna Membangun Ekonomi Nasional
Meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran serta terjadinya ketimpangan hasil pertumbuhan ekonomi baik antar daerah maupun antar golongan seharusnya membuat kita untuk berfikir ulang tentang model pembangunan ekonomi yang kita lakukan. Akumulasi berbagai masalah kesejahteraan sosial dan terbatasnya kemampuan dalam penanggulangan masalah tersebut, mengakibatkan permasalahan di bidang pembangunan nasional di bidang ekonomi menjadi makin kompleks dan apabila tidak ditangani dengan baik akan dapat mengganggu kondisi stabilitas nasional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebelum pemilihan presiden/wakil presiden sebenarnya telah menyampaikan visi dan misinya dengan judul ”Membangun
Seperti kita ketahui, bahwa dasar dari Ekonomi Pancasila adalah UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 (ayat 4 setelah amandemen) dimana dikatakan bahwa ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Dasar ini dilatarbelakangi oleh jiwa Pembukaan UUD 1945 dan dilengkapi pasal 23, 27 ayat 2 dan pasal 34 serta penjelasan pasal 2 UUD 1945.
Dari pasal-pasal tersebut jelas menunjukkan bahwa sistem Ekonomi Pancasila bermuara pada sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan landasan tersebut, mestinya sistem ekonomi yang digunakan tidak cenderung mengikuti paham neo-liberalism dan mengikuti arus globalisasi dengan membiarkan peran negara berkurang. Dengan meningkatnya pemahaman Ekonomi Pancasila, maka seharusnya nilai-nilai Pancasila harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen, serta tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila harus dijadikan sebagai moral pembangunan agar menciptakan keadilan dan kejujuran serta pemerataan seperti terkandung pada sila keadilan. Memahami Ekonomi Pancasila secara benar, maka kita tidak akan mengabaikan tanggung jawab bersama untuk terus menerus meletakkan landasan spiritual, moral dan etik dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Integritas rasional dan spiritual, kesimbangan hubungan manusia kepada sang khalik dan hubungan kepada sesama mahluk serta peran manusia sebagai pemimpin dimuka bumi (khalifatullah fil ardh) tidaklah diabaikan.
Demikian pula azas keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Dengan meningkatnya pemahaman tentang Ekonomi Pancasila, maka strategi yang berorientasi hanya pada pertumbuhan makro dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan harus ditinggalkan. Pembangunan di bidang Ekonomi, harus juga memperhatikan sektor-sektor usaha padat karya seperti yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, pengembangan sektor ini akan mampu menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.
Dalam mewujudkan cita-cita nasional dan sebagai bangsa yang modern,
Dengan membangun kemandirian, tidak berarti kita tidak membuka diri pada peran serta dunia internasional. Kehadiran investasi asing dan utang luar negeri bukannya tidak diperlukan, tetapi harus tidak mendominasi dan tunduk pada syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah R.I. serta tidak ikut campur dalam urusan politik
Pengaruh Peningkatan Etika Pemerintahan dan Pemahaman tentang Ekonomi Pancasila terhadap Pembangunan di Bidang Ekonomi dan Stabilitas Nasional
Peningkatan penerapan etika pemerintahan dan pemahaman terhadap Ekonomi Pancasila diharapkan akan mampu mengurangi melebarnya gap antara si miskin dan si kaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dan juga memberikan perlindungan HAM dan pengakuan dan perlindungan pada hak masyarakat adat/lokal seperti yang sekarang ini terjadi. Dengan menjalankan pembangunan ekonomi yang berbasis padat karya diharapkan dapat menurunkan angka pengangguran. Selanjutnya masalah kemerosotan etika pembangunan yang jujur, demokratis, terbuka serta menekankan pada tindakan bersama dan kerjasama akan dapat dipulihkan.
Kehadiran negara dalam sistem Ekonomi Pancasila sangatlah diperlukan, untuk melakukan kontrol pemerintah diberi wewenang untuk campur tangan. Sehingga para perencana nasional bisa menghilangkan praktek-praktek yang tidak sehat seperti monopoli dengan berbagai kebijakan misalnya penentuan harga dan jumlah produksi bagi perusahaan monopoli atau memberlakukan undang-undang anti monopoli kalau diperlukan.
Dengan peningkatan pemahaman tentang Ekonomi Pancasila diharapkan tekad bangsa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan kemanusiaan sebagai dasar-dasar etika serta nasionalisme dan demokrasi sebagai pedoman/metode kerja idealnya akan terlaksana. Adapun indikator keberhasilan dari peningkatan pemahaman terhadap Ekonomi pancasila antara lain dengan adanya partisipasi dan demokrasi ekonomi, pembangunan daerah (bukan pembangunan di daerah), nasionalisme ekonomi, dan pendekatan multidisipliner terhadap pembangunan.
Berdasarkan uraian di atas, diharapkan peningkatan pemahaman terhadap Ekonomi Pancasila dan mengimplementasikannya dapat memecahkan berbagai persoalan yang mengancam eksistensi Pancasila tetapi juga dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Karenanya implementasi sistem Ekonomi Pancasila dengan mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila sangatlah diperlukan. Pembangunan di bidang Ekonomi yang berbasiskan ideologi Pancasila, diharapkan dapat menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, transparansi, berkeadilan dan demokrasi dan berkelanjutan yang dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Konsepsi Meningkatkan Pemahaman tentang Ekonomi Pancasila guna Membangun Ekonomi Nasional
Kondisi riil saat ini Ekonomi Pancasila masih terus termajinalkan di tengah arus globalisasi. Akibatnya, kondisi ekonomi masyarakat
Oleh karenanya peningkatan pemahaman Ekonomi Pancasila yang gaungnya meredup hampir satu dekade belakangan ini, harus mampu disikapi dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi seperti kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan lainnya dengan berusaha memecahkan berbagai persoalan yang menyebabkan rendahnya pemahaman kita semua terhadap Ekonomi Pancasila.
Menyikapi hal tersebut diatas, perlu dirumuskan Kebijakan sebagai berikut: “Terwujudnya peningkatan penerapan Etika Pemerintahan dan pemahaman Ekonomi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia melalui komitmen politik yang didukung kaum intelektual yang direalisasikan dengan adanya peran negara dan pasar untuk kesejahteraan rakyat guna mendukung pembangunan nasional di bidang ekonomi dalam rangka stabilitas nasional.”
Untuk melaksanakan kebijakan di atas, akan ditempuh strategi sebagai berikut:
Strategi 1. Meningkatkan penerapan etika pemerintahan dan pemahaman tentang Ekonomi Pancasila dengan upaya melakukan dialog publik tentang Ekonomi Pancasila; dan memasukkan Ekonomi Pancasila sebagai mata ajar dari mulai tingkat Sekolah Lanjutan Atas sampai ke Perguruan Tinggi. Dalam melaksanakan upaya-upaya tersebut dilakukan dengan metode dialog, edukasi, kerjasama dan komunikasi baik dengan aparat pemerintah terutama yang membidangi ekonomi, DPR/DPD, dan masyarakat terutama intelektual, akademisi, mahasiswa dan para pelaku bisnis.
Strategi 2. Meningkatkan penerapan etika pemerintahan dan komitmen politik untuk mengimplementasikan Ekonomi Pancasila dengan upaya yang dilakukan adalah mendesak pemerintah agar seluruh kebijakan ekonomi
Strategi 3. Meningkatkan peran negara dan memfungsikan mekanisme pasar yang di dukung kaum intelektual (terutama ekonom) dalam menghadapi globalisasi ekonomi dengan upaya yang dilakukan adalah membuat kebijakan terobosan untuk menggerakkan sektor riil. Dalam upaya ini diperlukan adanya pengembangan sektor padat karya seperti perdagangan, pertanian dan infrastruktur. Karena pertumbuhan ekonomi yang hanya bertumpu pada sektor padat modal seperti telekomunikasi, pengangkutan, pertambangan, listrik dan jasa tidak mampu menyerap tenaga kerja. Sasaran dari upaya strategi ini adalah anggota DPR dan Pemerintah dengan membuat regulasi dan penegakkan hukum, mnelakukan komunikasi dan dialog dengan para pelaku bisnis dan masyarakat. Upaya strategi ketiga ini selanjutnya adalah memfungsikan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha agar terjadinya persaingan yang sehat untuk menjaga berfungsinya mekanisme pasar. Upaya ini dilakukan melalui kerjasama dengan para pelaku bisnis dan kelompok intelektual terutama akademisi untuk memasyarakatkan fungsi dari komisi pengawasan di atas.
Kesimpulan
Berdasar keseluruhan uraian di atas, kesimpulan makalah ini adalah:
a) Pancasila adalah ideologi yang telah menyatukan bangsa hingga mampu membebaskan Indonesia dari 350 tahun penjajahan, dengan menyadari kondisi ini maka Pancasila diyakini dapat diandalkan sebagai sumber ideologi untuk menyusun sistem ekonomi nasional sesuai dengan UUD 1945 untuk kemakmuran masyarakat.
b) Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang Ekonomi Pancasila, diperlukan adanya komitmen politik dari semua komponen bangsa sesuai dengan cita-cita nasional dan tujuan nasional seperti termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian derasnya arus globalisasi tidak perlu ditakuti selama kita setia menggunakan Pancasila sebagai ideologi pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c) Pengaruh pasar bebas (market fundamentalism) tidak akan terelakkan, akan tetapi hendaknya kita tidak bersikap pasrah dan menerima begitu saja aturan main yang dibuat oleh negara-negara kapitalis dengan paham neo-liberalismenya. Apabila kita menyepakati sistem Ekonomi Pancasila sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 sebagai aturan main yang dipakai, maka aturan main kita inilah yang harus dipakai sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi luar negeri dan bukan aturan main mereka.
Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka rekomendasi guna peningkatan pemahaman ekonomi Pancasila guna stabilitas nasional adalah sebagai berikut:
a) Perlu pengkajian pentingnya penerapan konsep-konsep ekonomi yang tepat untuk ekonomi Indonesia yang di dasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, sehingga kita tidak berkiblat pada teori ekonomi neoklasik tanpa mempertimbangkan sesuai tidaknya teori tersebut untuk dikembangkan dan diterapkan pada kebijakan ekonomi Indonesia dengan tidak mempertimbangkan perbedaan nilai-nilai kultural dan sosial suatu bangsa (value free).
b) Pentingnya mengkomunikasikan Ekonomi Pancasila sebagai fondasi moral kebijakan pembangunan
c) Perlunya menawarkan revitalisasi moral ekonomi
Referensi
Bank
Baswir, R. 2006. Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi
Dumary, 2003. Kendala Sosialisasi Konsep Ekonomi Pancasila: Beberapa Untuk Pengemban Ekonomi Pancasila. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II-No. 4
Fakih, M. 2002. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Insist Press bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.
Hamid, E.S. 2004. Ekonomi Pancasila. Pendidikan Network
Hamid, E.S. 2004. Pemerintahan Baru, Kesempatan Kerja dan Ekonomi Pancasila.
Harian Umum Pikiran rayat, 21-Oktober 2004.
Kuncoro, M. 2006. Ekonomika Pembangunan: Teori, Masalah dan kebijakan. Edisi Ke empat. UPP-STIM-YKPN-Yogyakarta
Kwik, K.G. dan B.N. Marbun (penyunting), 1996. Sepak Terjang Konglomerat. Pustaka Sinar harapan,
Mubyarto, 2000. Membangun Sistem Ekonomi. BPFE-Jogyakarta
Mubyarto dan Budiono, 1981. Ekonomi Pancasila. Penerbitan Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjahmada.
Muladi, 2006. Menemukan Kembali Hakekat dan Jati Diri
Perkins, J. 2005. Confessions of an Economic Hit Man. Berret-Koehler Publisher Inc.
Petras, J. And H. Veltmeyer 2001. Globalization Unmasked: Imperialisme in the 21 st Century. Zed Books Ltd.
Prasetiantono, A.T. 2005. Perginya Legenda Ekonomi
Primahendra, R. 2006. Tata Kelola Globalisasi dan Dampaknya. Dalam S. Bahagijo, ed. 2006. Globalisasi Menghempas
Rachbini, J. 2001. Mitos dan Implikasi Globalisasi: Catatan untuk Bidang Ekonomi dan Keuangan. Dalam Paul Hirst dan Grahame Thompson, 2001. Globalisasi adalah Mitos. Yayasan Obor
Republika online, 2007. Pertumbuhan dan Kesenjangan.
Said Ali, A. 2005. Penyegaran Pemahaman terhadap Pancasila. Harian Umum Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar